Setelah cukup lama gue hiatus di forum distro dan per-clothingan
indonesia, hari ini gue membuka dan mengakses forum itu lagi. Ternyata
lumayan berkembang, isinya sudah bertambah cukup banyak, dan informasi
- informasi di dalamnya juga dah bertambah padat. Tapi sayang, ada
beberapa bagian yg stagnan dan ga bertambah. Dan pas gw liat nama gw ga
tercantum lagi sebagai moderator di bagian fashionnya, gw jadi senyum
sendiri.
Hehehehe.... seneng juga sih. Bukan apa - apa, masalahnya jadi satu -
satunya narasumber dan moderator bagian fashion yg biasa berkutat
dengan kain, style, pattern, di antara kumpulan anak - anak distro yang
berkutat dengan bahan kaos, design grafis, dan indie...bukan masalah yg
gampang :D. Hehehe....karena memang ada bagian - bagian mendetail yang
beda speknya antara yg gue kerjakan dengan yg mereka kerjakan. Belom
lagi idealisme yang mereka usung dengan idealisme yg gue usung. :)
Ditambah lagi dengan jadwal kerja gue yg seenaknya, jadi agak susah
kalo ngurusin jadi moderator. So, gw rada seneng juga kalo bisa ada
orang lain yg menggantikan, walaupun sampe tadi temen gw masih bilang
"pokoknya moderator fashion harus elo". Weleh Za...
Overall, forum itu udah berkembang bagus dan pasti berguna untuk
mereka - mereka yang bergerak di bidang per-distroan dan
per-clothingan. Setelah bolak balik beberapa halaman, informasi yang
gue cari malah ga ketemu. Hm...apa gue ga terlalu terbiasa dengan
navigasi baru, atau memang gue nyari di topic yg salah ya. Besok
rasanya gue harus nelpon temen gue lagi untuk nanya informasi
jelasnya..*sigh*
Anyway, ada beberapa topic di sana yg cukup menarik perhatian gw. Di
antaranya tentang fenomena pakaian distro yang sudah dicontek oleh
penjual grosiran dan di produksi secara massal, dan tentang dilema dan
krisis jati diri distro dan per-clothingan.
Masalah pertama yaitu tentang fenomena banyaknya kaos - kaos dan
jaket model distro yg dibuat dalam bentuk mass production dan dijual
secara grosiran dengan harga murah. Idealnya kalau barang distro itu
kan limited edition, misalnya hanya 2 lusin per designdan ukuran, malah
ada yang hanya 6pcs per design dan ukuran, oleh karenanya mereka
meng-claim harga yg lebih tinggi. Sedangkan grosiran itu bisa menjual
sebanyak yg mereka mau, dengan harga yg relatif rendah. Sementara dari
segi faktor desain, desainnya mirip dengan desain distro - distro itu.
Yang membuat panas komunitas distro adalah, bahwa kaos - kaos ala
distro yg dijual secara grosiran itu sekarang sangat banyak peminat dan
pasarnya, sehingga keberadaan dan orisinalitas karya distro - distro
menjadi terancam daya jualnya. dan yang membuatnya lebih panas, ada
satu brand grosir yang menggunakan kata DISTRO sebagai brandnya.
Padahal brand tersebut adalah penjual secara wholesale sehingga tidak
termasuk kategori distro. Tapi para pembeli dan pemakai barang distro
yg tidak tahu - menahu hanya berpikir bahwa itu barang distro karena
dari segi desain dan kualitas sangat mirip. (Supaya tidak membingungan,
selanjutnya distro = distro asli dengan design terbatas, WHOLEDISTRO =
grosiran yg mengaku sebagai distro)
Dan terjadilah ribut - ribut di forum tersebut, di mana pemilik,
designer, dan lain - lain dari berbagai distro mencela seseorang yg
menyatakan diri sebagai teman yang membantu penjualan online bagi
produk Wholedistro itu. Komunitas Distro memaksa agar brand nya
diganti, dan dilakukan penghentian produksi secara massal dengan
mengusung sebagai produk distro. Dan mungkin saking keselnya dan tidak
bisa berbuat apa - apa, akhirnya yang ada komunitas distro justru
menjelek - jelekkan, menyindir, dan membuat Wholedistro itu terlihat
begitu rendah dan menjijikkan.
Sebetulnya kalau dilihat dari segi business, Wholedistro memang
tidak salah. Karena mau dia menggunakan brand apapun, selama tidak
menyalahi paten orang atau usaha lain, maka tidak menjadi masalah. Dan
apabila dia bisa melakukan konsep desain dengan model yang mirip dengan
apa yang diusung oleh distro - distro, maka itupun tidak bisa
disalahkan bukan? Saat ada suatu trend yang booming, wajar apabila
diikuti oleh kebanyakan orang.
Mungkin yang salah adalah bahwa karena distro adalah suatu term yang
sudah diusung untuk komunitas indie dengan jumlah kuantitas produksi
yang terbatas, di mana itu menjadi kekuatan dari usaha indie di
Indonesia, maka si Wholedistro menjadi perusak dari idealisme yang
diusung demi kepentingannya pribadi. Yaitu dengan menggunakan brand
Distro, melakukan produksi secara massal, membanting harga, dan
mengikuti konsep desain distro.
Tapi yg bisa gw bilang, itulah business. Tanpa hitam dan putih, tidak
ada kekuatan. Kalau hanya sekedar idealisme, komunitas, ide, hasil
kerja, semua bisa di ripp off dengan mudahnya. Jangan bilang yg belum
di patenkan, yg udah di patenkan pun bisa di tiru. Jangankan oleh orang
lain, oleh media pun hal - hal itu bisa dilakukan. Gue pun udah
ngalamin itu berkali - kali. Yang desain perhiasan gue ditiru
perusahaan emas ternama lah, desain kebaya dan party gown gue di tiru
customer tanpa pembayaran lah, artikel di copy lah, macem - macem.
Selain itu, kita ga bisa mengharapkan semua orang yg menjalankan
bisnis punya hati, nurani, dan idealisme yg sama dengan kita kan?
Bahkan untuk mereka yang punya hati, nurani, dan idealisme yang sama
dengan distro - distro menengah dan kecil, yaitu distro - distro besar,
masih harus dipertanyakan apakah mereka masih tetap mengusung nilai -
nilai indie itu sendiri? Apakah mereka masih melakukan limitasi dalam
produksi setiap desainnya? Sementara dari bocoran temen gw yg punya
clothingan, dia pun mengakui bahwa produksi untuk distro - distro besar
itu sudah masuk dalam kategori mass production.
Jadi gw pikir, memang perlu kedewasaan, kebesaran hati, dan
peningkatan kemampuan untuk menghadapi masalah ini. Di mana para distro
- distro menengah dan kecil perlu menilik ulang,
- apa sebetulnya nilai - nilai yang mereka usung yang membedakan distro dengan bukan distro?
- apa yang membedakan produk mereka dengan produk yang bukan distro?
- apa kelebihan yang ditawarkan kepada customer untuk memilih produk distro?
- dan yg paling utama yg harus dipikirkan, bukannya bagaimana agar
orang grosiran tidak mengikuti atau menggunakan segala jenis konsep yg
berbau distro, melainkan BAGAIMANA CARANYA AGAR CUSTOMER MEMILIH UNTUK
MEMBELI PRODUK DISTRO ASLI DAN BUKAN DARI GROSIRAN.
Sampai matipun kita tidak akan bisa menghentikan keserakahan dan
kelicikan manusia. Tapi kita hanya perlu sedikit waktu untuk
menunjukkan kelebihan - kelebihan yang kita miliki dibandingkan dengan
mereka yang hanya bisa meniru.
Jadi intinya adalah kembali lagi ke nilai dan idealisme awal. Apa
diferensiasi yg ditawarkan, kelebihan dan point yang diusung. Dan
kembali lagi ke seberapa solid komunitas indie dan distro itu sendiri,
karena kekuatan indie adalah komunitas dan idealisme, berbeda dengan
mainstream yang memiliki kekuatan di daya jual dan permintaan pasar.
Buat gw, kalau memang suatu usaha atau hasil karya bisa dikalahkan
oleh usaha atau hasil karya lainnya, baik dari segi pendapatan, daya
jual, ataupun keorisinil-an nya, berarti memang usaha atau karya itu
belum pantas untuk menjadi yang terbaik, dan perlu ada berbagai macam
perbaikan lagi untuk menjadi yg terbaik. Dan inilah saat yg paling
tepat untuk para distro dan clothingan Indonesia untuk take time dan
menilik ulang apa yang harus diperbaiki.
Sebetulnya, masalah pertama ini berhubungan dengan masalah kedua,
yaitu krisis jati diri di antara distro - distro dan clothingan
Indonesia. Kalau dulu awalnya mereka memulai dengan mengusung
Indonesian Local Independent Movement sebagai idealisme, belakangan mau
tidak mau permintaan pasar, keuntungan, dan cash flow business menjadi
bagian yg tidak bisa diabaikan begitu saja. Selera pasar yg kebarat -
baratan, mau tidak mau mempengaruhi brand, konsep, bahasa, dan segala
hal yg digunakan untuk distro2 itu. Sehingga nilai usung Indonesia nya
menjadi berkurang. Kemudian hukum alam yang menyebabkan adanya sebagian
distro dan clothingan yg membesar sementara yang lain tetap atau tutup,
menyebabkan pergeseran posisi komunitas dan kekuasaan dalam pergerakan
peta usaha.
Apabila yg bermodal tadinya membuat clothing, kemudian penjualan
didukung distro - distro, maka lama kelamaan muncul clothing baru,
desainer2 untuk distro2, dan masing - masing mendirikan brand dan
menggunakan desainer grafis untuk memajukan brand masing - masing.
Sehingga tatanan usaha dari hulu ke hilirnya menjadi kacau dikarenakan
pertumbuhan usaha. Sebetulnya fenomena ini adalah fenomena yg normal,
tidak mungkin ada orang yg usaha nya bagus, tidak mau mengembangkan
lebih besar lagi. Tapi mungkin pertumbuhan itu tidak disertai dengan
nilai dan kesadaran personal ethic yg kuat, serta corporate atau
business ethic yang jelas.
Sementara distro besar sudah mulai memikirkan untuk memuaskan
permintaan pasar, distro menengah dan kecil masih berpegang pada
idealisme untuk limitasi produk. Ini memang jadi dilema tersendiri.
Selama mereka belum bisa memprioritaskan apakah idealisme ataukah
permintaan pasar yang menjadi acuan, dan nilai - nilai apa serta ciri
khas yg menjadi nilai jual mereka, maka dilema dan masalah seperti ini
akan bergulir terus, sama seperti efek bola salju.
Gw bahkan denger dari temen yg juga ngejalanin distro yg cukup
besar, bahwa distro2 besar di bandung skrg tidak mau lagi disebut
distro, melainkan butik distro. Dan trend nya nanti akan bergeser ke
mass productions boutique. Kalau seperti itu, rasanya memang semangat
indie itu sendiri harus kembali dipertanyakan. Apakah dengan adanya
perputaran uang dan keuntungan maka akhir2nya akan berlari ke
mainstream juga? Kalau seperti itu wajar saja apabila customer pada
memilih untuk membeli dari Wholedistro, karena toh pada akhirnya sama
saja. Dan akhirnya Indie hanya akan menjadi suatu sebutan untuk sebuah
posisi belum mampu mencapai dan menembus pasar mainstream.
Yah semoga saja ini menjadi moment yg tepat untuk teman - teman yang
begerak di bidang itu untuk sekedar menelaah dan berkaca tentang nilai
yg sesungguhnya ingin diusung dan tujuan akhir dari semua bisnis yg
dilakukan dalam komunitas masing - masing.
Mungkin ini sebetulnya refleksi untuk semua produk dan usaha di
Indonesia ya. Sekuat apa konsep yg diusung? Mainstream atau Indie? Dan
saat keuntungan bermain, apa yg menjadi pertimbangan dan pilihan anda
dalam memutuskan? Pertanyaan yg harus selalu ditanyakan termasuk ke
usaha gue.
taken from viliaciputra blog
|